MANAJEMEN STRESS LANSIA AGAR SEHAT DAN TERBEBAS DIABETES MILLITUS
DOI:
https://doi.org/10.55606/pkmsisthana.v3i1.39Keywords:
Diabetes Militus, lansia, manajemen stresAbstract
Prevalensi diabetes tipe 2 terkait usia lansia sampai tahun 2030 mengalami peningkatan tajam karena diprediksi lebih dari 82 juta populasi lansia di negara berkembang menderita diebetes. Tipe 2 merupakan bentuk penyakit yang sering di lansia dan merupakan ancaman serius terhadap kesehatan karena terjadi komplikasi kronis. Tanda dan gejala diabetes pada lansia sering kali tidak jelas dan diagnosa biasanya terlambat. Gejala diabetes dapat muncul tidak
spesifik dan tidak pasti, seperti keletihan, inkontinensia urin, atau perubahan status mental seperti depresi, konfusi, dan apatis.
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan meningkatnya umur maka intoleransi terhadap glukosa juga meningkat. Peningkatan kadar gula darah pada lansia disebabkan oleh beberapa hal, yaitu fungsi pankreas dan sekresi insulin yang berkurang, perubahan karena lansia sendiri yang berkaitan dengan resistensi insulin akibatnya kurangnya massa otot dan perubahan vaskuler, aktifitas fisik yang berkurang, banyak makan dan kegemukan, stress, sering menggunakan obat-obatan, dan adanya faktor keturunan.
Stres memicu reaksi biokimia tubuh melalui 2 jalur, yaitu neural dan neuroendokrin. Reaksi pertama respon stres yaitu sekresi sistem saraf simpatis untuk mengeluarkan norepinefrin yang menyebabkan peningkatan frekuensi jantung. Kondisi ini menyebabkan glukosa darah meningkat guna sumber energi untuk perfusi. Peningkatan hormon stres yang diproduksi dapat menyebabkan kadar gula darah menjadi meningkat. Kondisi yang rileks dapat mengembalikan kotra-regulasi hormon stres dan memungkinkan tubuh untuk menggunakan insulin lebih efektif.
Seseorang yang terkena diabetes akan memerlukan pengobatan yang terus-menerus untuk mengontrol kadar gula darah dan mencegah komplikasi. Tapi ada pengobatan lain yang bisa dilakukan sendiri untuk membantu mencegah penyakit ini bertambah buruk. Stres yang tinggi yang dialami penderita dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian, sehingga dibutuhkan kemampuan penderita dalam melakukan perawatan diri dengan memanajemen stress yang dialami.
References
Kesehatan RI
Budi Anna Keliat dan Jesika Pasaribu.2016. Prinsip dan Praktek Keperawatan
Kesehatan Jiwa stuart, Edisi Pertama.Singapura. Elsevier.
Undang-Undang Repubik Indonesia tentang Kesehatan Jiwa tahun 2014, diakses pada tanggal 2 April 20016.
Afifah, Imroatul, kenali Gejala gangguan Jiwa sejak Dini, http
://www.bersosial.com/threads/aplikasi-sehat-jiwa.27970/ diakses pada tanggal 2 April 2016.
R suryaningrum, Endang, Gambaran Mental Health Literacy Kader Kesehatan, Insan
Vol. 14 No. 03 Desember 2013.
Rasmun, 2009. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri terintegrasi dengan
Keluarga. Cetakan II, Sagung Seto. Jakarta
Idaiani Sri, Suhardi, antonius Yudi. 2009. Analisis Gejala Gangguan Mental emosional Penduduk Indonesia. Maj. Kedokt Indon, Volum : 59, Nomor : 10, Oktober 2009.
Stuart Wiscarz, 2013. Principle and Practise of Psychiatric Nursing, 10th Edition, Mosby.
Bilous Rudy dan Donelly Richard.2014. Buku Pegangan Diabetes. Edisi ke-4. Jakarta: Bumi Medika.
Stanley, Mickey. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Cetakan I. Pennsylvania: Davis Company